Pertama: Ihram dari miqat.
Mandilah lalu usapkanlah minyak
wangi ke bagian tubuhmu, misalnya ke rambut dan jenggot. Jangan
mengusapkan minyak wangi ke pakaian ihram. Jika pakaian ihram terkena
minyak wangi maka cucilah. Hindarilah pakaian yang berjahit. Kenakan
selendang dan kain putih, juga sandal. (Payung, kaca mata, cincin dan
sabuk boleh dikenakan oleh orang yang sedang ihram).
Adapun bagi wanita, maka ia mandi
meskipun haid, lalu mengenakan pakaian yang ia kehendaki, tetapi harus
memenuhi syarat hijab, sehingga tidak tampak sesuatu pun dari bagian
tubuhnya. Juga tidak berhias dengan perhiasan dan tidak memakai minyak
wangi serta tidak menyerupai laki-laki.
Jika Anda tidak mampu berhenti
di miqat seperti yang melakukan perjalanan dengan pesawat terbang maka
mandilah sejak di rumah, lalu jika telah mendekati miqat mulailah ihram
dan ucapkanlah:
"Labbaika 'Umratan" artinya :
"Aku penuhi panggilanMu untuk menunaikan ibadah umrah."
Jika Anda khawatir tidak bisa menyempurnakan ibadah haji karena sakit atau lainnya maka ucapkan:
"Fa in habasanii haabisun famahallii haitsu habastanii" artinya :
"Jika aku terhalang oleh suatu halangan maka tempat (tahallul)ku adalah di mana Engkau menahanku."
Lalu mulailah mengucapkan
talbiyah hingga sampai ke Makkah. Talbiyah hukumnya sunnah mu'akkadah
(ditekankan), baik untuk laki-laki maupun wanita. Bagi laki-laki
disunnahkan untuk mengeraskan suara talbiyah, dan tidak bagi wanita.
Talbiyah yang dimaksud adalah ucapan:
"Labbaika Allahumma labbaika, Labbaika Laa Syariika laka labbaika, innal hamda wanni'mata laka wal mulka, laa syariika laka"
"Aku penuhi panggilanMu ya
Allah, aku penuhi panggilanMu. Aku penuhi panggilanMu, tidak ada sekutu
bagiMu, aku penuhi panggilanMu. Sesungguh-nya segala pujian dan nikmat
serta kerajaan adalah milikMu, tidak ada sekutu bagiMu."
Disunnahkan mandi sebelum masuk Makkah, jika hal itu memungkinkan.
Peringatan:
1. Sebagian orang mempercayai
bahwa pakaian yang dikenakan wanita haruslah berwarna tertentu, misalnya
hijau, hitam atau putih. Ini adalah tidak benar! Sungguh tidak ada
ketentuan sedikit pun tentang warna pakaian yang harus dikenakan.
2. Talbiyah yang dilakukan
secara bersama-sama dengan satu suara -di mana hal ini dilakukan oleh
sebagian jamaah haji adalah bid'ah. Perbuatan tersebut tidak ada
contohnya dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga tidak dari salah
seorang sahabatnya. Yang benar adalah hendaknya setiap Haji mengucapkan
talbiyah sendiri-sendiri.
3. Tidak diharuskan seorang yang
sedang ihram, baik laki-laki maupun wanita mengenakan terus pakaian
yang ia kenakan ketika ihram sepanjang ibadahnya, tetapi dibolehkan ia
menggantinya kapan dia suka.
4. Hendaknya setiap Haji
benar-benar memper-hatikan masalah menutup aurat, sebab sebagian
laki-laki terkadang auratnya terbuka di depan orang lain, misalnya
ketika duduk atau tidur, sedang dia tidak merasa.
5. Sebagian wanita mempercayai
dibolehkannya membuka wajah di depan laki-laki selama masih dalam
keadaan ihram. Ini adalah keliru! Ia wajib menutupi wajahnya. Di antara
dalil masalah ini adalah ucapan Aisyah radhiallahu anha:
"Dahulu ada kafilah yang
melewati kami, sedang kami dalam keadaan ihram bersama Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika mereka telah dekat dengan kami,
salah seorang dari kami mengulurkan jilbabnya ke wajahnya, dan ketika
mereka telah lewat, kami membukanya kembali." (HR. Ahmad dan Abu Daud
dengan sanad hasan).
Dan dari Asma' binti Abi Bakar radhiallahu anha, ia berkata:
"Kami menutupi wajah kami dari
(penglihatan) laki-laki dan sebelumnya kami menyisir rambut ketika
ihram." (Dikeluarkan Al-Hakim dan lainnya, atsar ini shahih).
Kedua: Jika Anda telah sampai di Masjidil Haram, dahulukanlah kaki kananmu dan ucapkan (do'a):
'Dengan nama Allah, semoga
shalawat dan salam dicurahkan kepada Rasulullah. Ya Allah, bukakanlah
untukku pintu-pintu rahmatMu'. 'Aku berlindung kepada Allah Yang
Mahaagung dan dengan WajahNya Yang Mahamulia serta KekuasaanNya Yang
Mahaazali dari setan yang terkutuk'." Do'a ini juga diucapkan ketika
memasuki masjid-masjid yang lain.
Ketiga: Lalu mulailah melakukan
thawaf dari hajar aswad (dan atau dari tempat yang searah dengannya,
pen.), kemudian menghadaplah kepadanya dan ucap-kan, 'Allahu Akbar'
(Allah Mahabesar), lalu usaplah hajar aswad itu dengan tangan kananmu
kemudian ciumlah. Jika Anda tidak mampu menciumnya maka usaplah hajar
aswad itu dengan tanganmu atau dengan lainnya, lalu ciumlah sesuatu yang
dengannya Anda mengusap hajar aswad. Jika Anda tidak mampu
melaku-kannya, maka jangan mendesak orang-orang (untuk mencapainya),
tetapi berilah isyarat kepada hajar aswad dengan tanganmu sekali isyarat
(dan jangan Anda cium tanganmu). Lakukan hal itu dalam memulai setiap
putaran thawaf.
Berthawaflah tujuh kali putaran
dengan menjadi-kan Ka'bah di sebelah kirimu. Lakukan raml (jalan cepat
dengan memendekkan langkah) pada tiga putaran pertama dan berjalanlah
(biasa) pada putaran berikut-nya. Dalam semua putaran thawaf tersebut
lakukanlah idhthiba' (meletakkan pertengahan kain selendang di bawah
pundak kanan, dan kedua ujungnya di atas pundak kiri). Raml dan
idhthiba' tersebut khusus bagi laki-laki dan hanya dilakukan pada thawaf
yang pertama. Atau thawaf umrah bagi orang yang menger-jakan haji
tamattu' dan thawaf qudum bagi orang yang melakukan haji qiran dan
ifrad.
Jika Anda telah sampai ke Rukun
Yamani maka usaplah dengan tanganmu jika hal itu memungkinkan-, tetapi
jangan menciumnya. Jika tidak bisa mengusapnya maka jangan memberi
isyarat kepadanya. Dan disunnahkan ketika Anda berada di antara Rukun
Yamani dan hajar aswad membaca do'a:
"Wahai Rabb kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api Neraka."
Dalam thawaf, tidak ada
do'a-do'a khusus dari tuntunan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam selain
do'a di atas, tetapi memang disunnahkan memperbanyak dzikir dan do'a
ketika thawaf (do'a apa saja yang dikehendaki, pen.). Jika Anda membaca
ayat-ayat Al-Qur'an ketika thawaf, maka itu adalah baik.
Peringatan:
1. Bersuci adalah syarat sahnya
thawaf. Jika wudhu Anda batal di tengah-tengah melakukan thawaf, maka
keluar dan berwudhulah, lalu ulangilah thawaf Anda dari awal.
2. Jika di tengah-tengah Anda
melakukan thawaf didirikan shalat, atau Anda mengikuti shalat jenazah,
maka shalatlah bersama mereka lalu sempurnakanlah thawaf Anda dari
tempat mana Anda berhenti. Jangan lupa menutupi kedua pundak Anda, sebab
menutupi keduanya dalam shalat adalah wajib.
3. Jika Anda perlu duduk
sebentar, atau minum air atau berpindah dari lantai bawah ke lantai atas
atau sebaliknya di tengah-tengah thawaf, maka hal itu tidak mengapa.
4. Jika Anda ragu-ragu tentang
bilangan putaran, maka pakailah bilangan yang Anda yakini; yaitu yang
lebih sedikit. Jika Anda ragu-ragu apakah Anda telah melakukan thawaf
tiga atau empat kali maka tetapkan-lah tiga kali, tetapi jika Anda lebih
mengira bilangan tertentu maka tetapkanlah bilangan tersebut.
Sebagian Haji melakukan
idhthiba' sejak awal me-makai pakaian ihram dan tetap seperti itu dalam
seluruh manasik haji. Ini adalah keliru. Yang disyari'atkan adalah
hendaknya ia menutupi kedua pundaknya, dan tidak melakukan idhthiba'
kecuali ketika thawaf yang pertama, sebagaimana telah disinggung di
muka.
Keempat: Jika Anda selesai dari
putaran ketujuh, saat mendekati hajar aswad, tutuplah pundakmu yang
kanan, kemudian pergilah menuju maqam Ibrahim, jika hal itu
memungkinkan, lalu ucapkanlah firman Allah:
"Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat." (Al-Baqarah: 125).
Jadikanlah posisi maqam itu
antara dirimu dengan Ka'bah, jika memungkinkan, lalu shalatlah dua
rakaat. Pada raka'at pertama Anda membaca, setelah Al-Fatihah- surat
Al-Kafirun dan pada raka'at kedua surat Al-Ikhlash .
Peringatan:
Shalat dua raka'at thawaf
hukumnya sunnah dikerjakan di belakang maqam Ibrahim, tetapi
melaku-kannya di tempat mana saja dari Masjidil Haram juga dibolehkan.
Termasuk kesalahan yang
dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah shalat di belakang maqam
Ibrahim pada saat orang penuh sesak, sehingga dengan demikian menyakiti
orang lain yang sedang thawaf. Yang benar, hendaknya ia mundur ke
belakang sehingga jauh dari orang-orang yang thawaf, dan hendaknya ia
menjadikan posisi maqam Ibrahim antara dirinya dengan Ka'bah, atau
bahkan boleh melakukan shalat di mana saja di Masjidil Haram.
Kelima: Selanjutnya pergilah ke
zam-zam dan minumlah airnya. Lalu berdo'alah kepada Allah dan tuangkan
air zam-zam di atas kepalamu. Jika memung-kinkan, pergilah ke hajar
aswad dan usaplah.
Keenam: Lalu pergilah menuju Shafa, dan ketika telah dekat bacalah firman Allah Ta'ala:
"Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syi'ar Allah." (Al-Baqarah: 158).Kemudian ucapkanlah:
"Kami memulai dengan apa yang dengannya Allah memulai."
Kemudian naiklah ke (bukit) Shafa dan menghadaplah ke Ka'bah lalu bertakbirlah tiga kali dan ucapkan:
"Tiada sesembahan yang haq
melainkan Allah semata, tiada sekutu bagiNya, hanya bagiNya segala
kerajaan dan hanya bagiNya segala puji dan Dia Mahakuasa atas segala
sesuatu. Tiada sesembahan yang haq melainkan Dia, tiada sekutu bagiNya,
yang menepati janjiNya, yang memenangkan hambaNya dan yang menghancurkan
golongan-golongan (kafir) dengan tanpa dibantu siapa pun."
Ulangilah dzikir tersebut
sebanyak tiga kali dan berdo'alah pada tiap-tiap selesai membacanya
dengan do'a-do'a yang Anda kehendaki.
Ketujuh: Kemudian turunlah untuk
melakukan sa'i antara Shafa dan Marwah. Bila Anda berada di antara dua
tanda hijau, lakukanlah sa'i dengan berlari kecil (khusus untuk
laki-laki dan tidak bagi wanita). Jika Anda telah sampai di Marwah,
naiklah ke atasnya dan menghadaplah ke Ka'bah, kemudian ucapkan
sebagaimana yang Anda ucapkan di Shafa. Demikian hendaknya yang Anda
lakukan pada putaran berikut-nya. Pergi (dari Shafa ke Marwah) dihitung
satu kali putaran dan kembali (dari Marwah ke Shafa) juga dihitung satu
kali putaran hingga sempurna menjadi tujuh kali putaran. Karena itu,
putaran sa'i yang ke tujuh berakhir di Marwah. Tidak ada dzikir (do'a)
khusus untuk sa'i, karena itu perbanyaklah dzikir dan do'a serta membaca
Al-Qur'an.
Peringatan:
Ada dua bid'ah saat thawaf dan sa'i yang tersebar di sebagian orang:
1. Terpaku dengan do'a-do'a tertentu pada setiap putaran, sebagaimana ditemukan dalam buku-buku kecil.
2. Jama'ah haji berdo'a bersama-sama dengan di-komando oleh seorang pemimpin (rombongan) dengan koor (satu suara) dan keras.
Para Haji hendaknya mewaspadai
kedua bid'ah di atas, sebab tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam, juga tidak dari salah seorang sahabatnya .
Kedelapan: Jika selesai
mengerjakan sa'i cukurlah rambut Anda (sampai bersih) atau pendekkanlah.
Bagi orang yang menunaikan umrah, mencukur (gundul) rambut adalah lebih
utama, kecuali jika waktu haji sudah dekat, maka memendekkan rambut
lebih utama, sehing-ga mencukur (gundul) rambut dilakukan pada waktu
haji. Dan tidak cukup memendekkan rambut hanya beberapa helai pada
bagian depan kepala dan bela-kangnya sebagaimana yang dilakukan oleh
sebagian jama'ah Haji, tetapi hendaknya memendekkan tersebut dilakukan
pada seluruh rambut atau pada sebagian besarnya. Adapun bagi wanita,
maka hendaknya ia mengumpulkan rambutnya dan mengambil daripadanya
kira-kira seujung jari. Jika rambutnya keriting (tidak sama panjang
ujungnya) maka harus diambil dari tiap-tiap kepangan (genggaman).
Jika hal di atas telah Anda lakukan, berarti Anda telah menyelesaikan umrah. Dan segala puji adalah milik Allah semata.
Peringatan:
Termasuk kesalahan yang
dilakukan oleh sebagian jama'ah Haji adalah mengulang-ulang umrah ketika
sampai di Makkah. Yang demikian itu bukanlah tun-tunan Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam, juga bukan tuntunan para sahabatnya . Seandainya pun
di dalamnya ada keutamaan, tentu mereka telah melakukannya mendahului
kita.
HARI TARWIYAH
Hari tarwiyah adalah hari
kedelapan dari bulan Dzul Hijjah. Disebut demikian karena pada hari itu
orang-orang mengenyangkan diri dengan minum air untuk (persiapan ibadah)
selanjutnya.
Pekerjaan-pekerjaan pada hari tarwiyah:
Disunnahkan bagi orang yang
menunaikan haji tamattu' untuk melakukan ihram haji pada hari tersebut,
yakni dari tempat di mana ia singgah. Maka, hendaknya ia mandi dan
mengusapkan wewangian di tubuhnya, tidak mengenakan kain yang berjahit,
dan ia ihram dengan selendang, kain dan sandal.
Adapun bagi wanita, maka
hendaknya ia mandi dan menggunakan pakaian apa saja yang dikehendakinya
dengan syarat tidak menampakkan perhiasannya, tidak memakai penutup
muka, juga tidak memakai kaos tangan.
Selanjutnya Anda mengucapkan:
(Aku penuhi panggilanMu untuk menunaikan ibadah haji). Jika ditakutkan
ada halangan maka Anda disunnahkan memberi syarat dengan mengucapkan:
"Jika aku terhalang oleh suatu halangan maka tempat (tahallul)ku adalah di mana Engkau menahanku."
Selanjutnya ucapkanlah talbiyah:
"Aku penuhi panggilanMu ya
Allah, aku penuhi panggilanMu, aku penuhi panggilanMu, tidak ada sekutu
bagiMu, aku penuhi panggilanMu. Sesungguh-nya segala puji, kenikmatan
dan kerajaan adalah milikMu, tidak ada sekutu bagiMu."
Demikian Anda terus
mengumandangkan talbiyah dengan mengeraskan suara, sampai Anda melempar
jumrah aqabah pada hari Nahar (kurban).
Pada malam ini Anda disunnahkan bermalam di Mina.
Dan di Mina, Anda disunnahkan
menunaikan shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya' dan Shubuh pada hari
Arafah, semuanya dilakukan dengan qashar, tanpa jama'.
Setiap Haji hendaknya
memanfaatkan waktu-waktu luangnya untuk sesuatu yang bermanfaat. Seperti
mendengarkan ceramah agama, membaca Al-Qur'an, membaca buku tentang
manasik haji dsb.
HARI ARAFAH
Jika matahari terbit pada hari
Arafah (hari kesembilan dari bulan Dzul Hijjah), maka setiap Haji
berangkat dari Mina ke Arafah, seraya mengumandang-kan talbiyah atau
takbir. Hal itu sebagaimana telah dilakukan oleh para sahabat , sedang
mereka bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ; ada yang
mengumandangkan talbiyah dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak
mengingkarinya, ada yang bertakbir dan Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam juga tidak mengingkarinya.
Jika matahari telah tergelincir,
maka ia shalat Zhuhur dan Ashar secara jama' qashar dengan satu adzan
dan dua iqamat. Sebelum shalat, imam menyam-paikan khutbah yang
materinya sesuai dengan keadaan (ibadah haji, pen.).
Setelah shalat, setiap Haji
menyibukkan diri dengan dzikir, do'a dan merendahkan diri kepada Allah
Subhannahu wa Ta'ala. Sebaiknya berdo'a dengan mengangkat kedua tangan
dan menghadap kiblat hingga terbenamnya matahari. Demikian seperti yang
dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Karena itu, setiap Haji
hendaknya tidak menyia-nyiakan kesempatan yang agung ini. Hendaknya ia
mengulang-ulang serta memperbanyak do'a, juga hendaknya ia bertaubat
kepada Allah dengan taubat yang sejujur-jujurnya.
Para Haji, di bawah ini beberapa nash yang menunjukkan keutamaan hari Arafah:
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Haji adalah Arafah." (HR. Ahmad dan para penulis kitab Sunan, shahih).
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Tidak ada hari yang ketika itu
Allah lebih banyak membebaskan hamba dari (siksa) Neraka selain hari
Arafah. Dan sungguh ia telah dekat, kemudian Allah membanggakan mereka
di hadapan para malaikat, seraya berfirman, 'Apa yang mereka
kehendaki?'" (HR. Muslim).
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Yang paling utama aku ucapkan,
juga yang diucapkan oleh para nabi pada sore hari Arafah adalah, 'Tidak
ada sesembahan yang haq melainkan Allah semata, tidak ada sekutu
bagiNya, bagiNya kerajaan dan segala puji, dan Dia Mahakuasa atas segala
sesuatu'." (HR. Malik dan lainnya, shahih).
Peringatan:
1. Hendaknya setiap Haji yakin
bahwa dirinya benar-benar berada di wilayah Arafah. Batasan-batasan
Arafah itu dapat diketahui dengan spanduk-spanduk besar yang ada di
sekeliling Arafah.
2. Masjid Namirah tidak semuanya
berada di wilayah Arafah, tetapi sebagiannya berada di wilayah Arafah
(bagian belakang masjid), dan sebagian lain berada di luar Arafah
(bagian depan masjid).
3. Sebagian orang mengira jika
jabal (bukit) Arafah (biasa disebut jabal Rahmah, pen.) memiliki
keutamaan. Ini adalah tidak benar.
4. Sebagian Haji tergesa-gesa,
sehingga keluar dari Arafah menuju Muzdalifah sebelum tenggelamnya
matahari. Ini adalah salah. Yang wajib adalah tinggal di Arafah hingga
tenggelamnya matahari.
BERMALAM DI MUZDALIFAH
Jika matahari telah tenggelam
pada hari Arafah maka para Haji berduyun-duyun (meninggalkan) Arafah
menuju Muzdalifah dengan tenang, diam dan tidak berdesak-desakan. Jika
telah sampai Muzdalifah ia shalat Maghrib dan Isya' secara jama' qashar
dengan satu adzan dan dua iqamat.
Diharamkan mengakhirkan shalat Isya' hingga lewat pertengahan malam, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Waktu Isya' adalah sampai pertengahan malam." (HR. Muslim).
Jika ia takut akan lewatnya waktu, hendaknya ia shalat Maghrib dan Isya' di tempat mana saja, meskipun di Arafah.
Lalu ia bermalam di Muzdalifah
hingga terbit fajar. Kemudian ia shalat Shubuh di awal waktunya, lalu
menuju Masy'aril Haram, yaitu bukit yang berada di Muzdalifah, jika hal
itu memungkinkan baginya. Jika tidak, maka seluruh Muzdalifah adalah
mauqif (tempat berhenti yang disyari'atkan). Di sana hendaknya ia
menghadap kiblat dan memanjatkan pujian kepada Allah, bertakbir,
mengesakan dan berdo'a kepadaNya. Jika pagi telah tampak sangat
menguning, sebelum terbit matahari, para Haji berangkat menuju Mina
dengan mengumandangkan talbiyah , demikian ia terus ber-talbiyah hingga
sampai melempar jumrah aqabah.
Adapun bagi orang-orang yang
lemah dan para wanita maka mereka dibolehkan langsung menuju Mina pada
akhir malam. Hal itu berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, ia
berkata:
"Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam mengutusku ketika akhir waktu malam dari rombongan orang-orang
(di Muzdalifah) dengan membawa perbekalan Nabiullah shallallahu 'alaihi
wa sallam." (HR. Muslim).
Dan adalah Asma' binti Abi Bakar
radhiyallahu anhuma berangkat dari Muzdalifah setelah tenggelamnya
bulan. Sedangkan tenggelamnya bulan adalah terjadi kira-kira setelah
berlalunya dua pertiga malam.
Peringatan:
1. Sebagian orang mempercayai
bahwa batu-batu kerikil untuk melempar jumrah diambil dari sejak
kedatangan mereka di Muzdalifah. Ini adalah kepercayaan yang salah dan
tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Batu-batu kerikil itu boleh diambil dari tempat mana saja.
2. Sebagian orang mengira bahwa
pertengahan malam adalah pukul dua belas malam. Ini adalah keliru. Yang
benar, pertengahan malam adalah separuh dari seluruh jam yang ada pada
malam hari. Kalau dihitung secara matematika adalah sebagai berikut:
(Keseluruhan jam yang ada pada malam hari : 2 + waktu tenggelamnya
matahari = pertengahan malam ). Jika matahari tenggelam pada pukul enam
sore misalnya, sedangkan terbitnya fajar pada pukul lima pagi maka
pertengahan malamnya adalah pukul sebelas lebih tiga puluh menit.
(Keseluruhan jam yang ada pada malam hari, yakni 11 jam : 2 + waktu
tenggelamnya matahari, yakni pukul 6 = 11, 30 menit).
3. Di antara penyimpangan yang
menyedihkan pada malam tersebut adalah bahwa sebagian Hujjaj mendirikan
shalat Shubuh sebelum tiba waktunya, padahal shalat itu tidak sah jika
dilakukan sebelum masuk waktunya.
4. Hendaknya setiap Haji
meyakini benar bahwa ia berada di wilayah Muzdalifah. Hal itu bisa
diketahui melalui spanduk-spanduk besar yang ada di sekeliling
Muzdalifah.
HARI RAYA KURBAN
Beberapa amalan pada hari Raya Kurban adalah:
1. Melempar jumrah aqabah.
2. Menyembelih hadyu (bagi orang yang melakukan haji tamattu' dan qiran).
3. Mencukur (gundul) rambut kepala atau memendekkannya, tetapi mencukur (gundul) adalah lebih utama.
4. Thawaf ifadhah dan sa'i untuk haji.
Peringatan Penting:
a. Tertib di atas adalah sunnah,
dan kalau tidak dikerjakan secara tertib juga tidak mengapa. Seperti
orang yang mendahulukan thawaf daripada mencukur rambut, atau
mendahulukan mencukur rambut dari-pada melempar jumrah, atau
mendahulukan sa'i daripada thawaf, atau lainnya.
b. Melempar jumrah aqabah adalah
dengan tujuh batu kerikil dengan secara berurutan. Ia mengangkat
tangannya dan mengucapkan takbir setiap kali melempar batu kerikil.
Disunnahkan ia menghadap ke jumrah dan menjadikan Makkah berada di
sebelah kirinya dan Mina berada di sebelah kanannya.
c. Waktu melempar jumrah aqabah ba
i mereka yang kuat (fisiknya)
adalah dimulai dari setelah terbitnya matahari. Hal itu berdasarkan
hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhu ia berkata:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam mendahulukan kami anak-anak Bani Abdul Muththalib pada malam
Muzdalifah dengan mengendarai keledai, maka Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam menepuk paha-paha kami seraya bersabda: "Wahai
anak-anakku, jangan kalian melempar jumrah sehingga matahari terbit."
(HR. Abu Daud , Shahih Sunan Abi Daud).
Adapun para wanita dan mereka
yang lemah maka dibolehkan melempar sejak kedatangan mereka di Mina pada
akhir malam. Hal itu berdasarkan hadits Asma' radhiyallahu anha, dari
Abdullah pelayan Asma' dari Asma':
"Bahwasanya ia singgah pada
malam perkumpulan di Muzdalifah, lalu ia berdiri menegakkan shalat, ia
shalat sejenak kemudian bertanya, 'Wahai anakku, apakah bulan telah
tenggelam?' 'Belum', jawabku. Ia lalu shalat sejenak kemudian bertanya,
'Apakah bulan telah tenggelam?' 'Sudah', jawabku. Ia berkata, 'Kalau
begitu berangkatlah.' Maka kami berangkat dan pergi hingga ia melempar
jumrah. Kemudian ia pulang dan shalat Shubuh di rumahnya. Maka
kutanyakan padanya, 'Sungguh, kami tidak mengira kecuali bahwa kita
telah melempar (jumrah) pada malam hari'. Ia menjawab, 'Wahai anakku,
sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengizin-kannya
untuk kaum wanita'." (Muttafaq Alaih).
d. Waktu melempar jumrah aqabah
berlanjut hingga zawal(waktu tergelincirnya matahari dari pertengahan
langit,dan itulah waktu permulaan shalat zhuhur). Dan dibolehkan
melempar setelahzawalmeskipun meskipun di malam hari, jika menemui
kesulitan untuk melemparnya sebelum zawal.
e. Jumrah aqabah, penampungan
(batu kerikil)nya adalah separuh penampungan. Karena itu ia harus yakin
bahwa batu-batu kerikilnya masuk ke dalam penampungan tsb., tetapi jika
setelah itu tergelincir (keluar) maka tidak mengapa.
f. Disunnahkan untuk segera
menyembelih hadyu, mencukur rambut, thawaf dan sa'i, tetapi jika
diakhirkan hingga setelah hari Raya Kurban maka tidak mengapa.
g. Menyembelih hadyu adalah
wajib bagi yang melakukan haji tamattu' dan qiran. Adapun yang melakukan
haji ifrad maka tidak wajib menyembelih hadyu . Orang yang tidak bisa
menyembelih hadyu diwajibkan puasa tiga hari pada waktu haji dan tujuh
hari ketika mereka pulang kepada keluarganya.
Penyembelihan itu tidak harus
dilakukan di Mina, tetapi boleh dilakukan di Makkah atau tanah suci
lainnya (Madinah, pen.). Dibolehkan pula bagi tujuh orang untuk
berserikat dalam satu ekor unta atau sapi. Disunnahkan untuk menyembelih
sendiri dengan tangannya, tetapi jika diwakilkan kepada yang lain maka
hal itu dibolehkan.
Disunnahkan pula untuk
menelentangkan hadyu (sapi atau kambing) pada sisi kirinya dan
menghadap-kannya ke kiblat, sedang telapak kaki (orang yang menyembelih)
diletakkan di atas leher hewan tersebut. Adapun unta, maka disunnahkan
ketika menyembelihnya dalam keadaan berdiri, tangan kirinya diikat serta
dihadapkan ke kiblat.
Ketika menyembelih, disyaratkan menyebut nama Allah, dan disunnahkan untuk menambahkannya dengan bacaan:
"Dengan nama Allah, Allah
Mahabesar, ya Allah, sesungguhnya ini adalah dariMu dan milikMu, ya
Allah kabulkanlah (kurban) dari kami (ini)."
Waktu penyembelihan masih terus berlangsung hingga tenggelamnya matahari dari akhir hari tasyriq, yaitu tanggal 13 Dzul Hijjah.
Thawaf di Ka'bah adalah tujuh
kali, sebagaimana thawaf ketika umrah, tetapi tidak dengan raml (jalan
cepat) dan idhthiba' (menyelempangkan selen-dang). Lalu disunnahkan
untuk melakukan shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim, jika hal
itu memungkinkan. Jika tidak, maka boleh melakukan shalat di tempat mana
saja dari Masjidil Haram.
h. Sa'i antara Shafa dan Marwah
adalah tujuh putaran, tata caranya sebagaimana yang ada pada sa'i untuk
umrah. Adapun orang yang melakukan haji qiran dan ifrad maka cukup
baginya sa'i yang pertama, jika mereka telah melakukan sa'i pada thawaf
qudum.
i. Mencukur harus mengenai semua
rambut. Adapun bagi wanita, maka ia cukup menghimpun semua rambutnya
lalu memotong ujungnya kira-kira seujung jari. Jika ujung rambutnya
tidak sama pan-jangnya maka bisa dipotong dari setiap kepangan
(genggaman) rambut.
j. Jika seorang Haji telah
melempar jumrah aqabah dan mencukur atau menggunting rambut maka ia
telah tahallul awal. Artinya, boleh baginya melakukan segala sesuatu
dari yang dilarang ketika ihram kecuali masalah wanita. Dan disunnahkan
baginya untuk membersihkan diri dan memakai wangi-wangian sebelum
thawaf.
Kemudian, jika ia telah
melempar, mencukur atau menggunting rambut, thawaf dan sa'i berarti ia
telah tahallul tsani , yang dengan demikian dihalalkan baginya segala
sesuatu hingga masalah wanita (hubungan suami isteri).
HARI-HARI TASYRIQ
1. Wajib bermalam di Mina pada
malam-malam hari tasyriq, yakni malam ke-11 dan ke-12 (bagi yang
terburu-buru) serta malam ke-13 (bagi yang meng-akhirkan/tetap tinggal).
2. Wajib melempar jumrah pada hari-hari tasyriq, caranya adalah sebagai berikut:
Setiap Haji melempar ketiga
jumrah (ula, wustha, aqabah) pada setiap hari dari hari-hari tasyriq
setelah tergelincirnya matahari. Yakni dengan tujuh batu kerikil secara
berurutan untuk masing-masing jumrah, dan hendaknya ia bertakbir setiap
kali melempar. Dengan demikian jumlah batu kerikil yang wajib ia
lemparkan setiap harinya adalah 21 batu kerikil. (Ukuran batu kerikil
tersebut lebih besar sedikit dari biji kacang).
Jama'ah haji memulai dengan
melempar jumrah ula, yakni jumrah yang letaknya dekat masjid Al-Khaif,
kemudian hendaknya ia maju ke sebelah kanan seraya berdiri dengan
menghadap kiblat. Di sana hendaknya ia berdiri lama untuk berdo'a dengan
mengangkat tangan. Lalu ia melempar jumrah wustha , kemudian mencari
posisi di sebelah kiri dan berdiri menghadap kiblat. Di sana hendaknya
ia berdiri lama untuk berdo'a seraya mengangkat tangan. Selanjutnya ia
melempar jumrah aqabah dengan menghadap kepadanya serta menjadikan kota
Makkah berada di sebelah kirinya dan Mina di sebelah kanannya. Di sana
ia tidak berhenti (untuk berdo'a). Demikianlah, hal yang sama hendaknya
ia lakukan pada tanggal 12 dan 13 Dzul Hijjah.
Peringatan:
1. Adalah salah, membasuh
batu-batu kerikil (sebelum melemparkannya), sebab yang demikian itu
tidak ada keterangannya dari Nabi J, juga tidak dari para sahabatnya.
2. Yang menjadi ukuran (benarnya
lemparan) adalah jatuhnya batu kerikil ke dalam penampungan, dan bukan
melempar tiang yang ada di tengah-tengah penampungan (batu kerikil).
3. Waktu melempar jumrah adalah
dimulai dari sejak tergelincirnya matahari hingga terbenamnya, tetapi
tidak mengapa melemparnya hingga malam hari, jika hal itu memang
diperlukan. Hal itu berdasar-kan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
:
"Penggembala melempar (jumrah)
pada malam hari dan menggembala (ternaknya) di siang hari." (Hadits
hasan, As-Silsilah Ash-Shahihah, 2477).
4. Tidak boleh mewakilkan dalam
melempar jumrah kecuali ketika dalam keadaan lemah (tak mampu) atau
takut akan bahaya karena telah lanjut usia, sakit, masih kecil atau
sejenisnya. Dan ketika mewakili, hendaknya ia melempar jumrah ula
sebanyak tujuh kali untuk dirinya sendiri terlebih dahulu, lalu
melemparkan untuk orang yang diwakilinya. Demikian pula hendaknya yang
ia lakukan dalam jumrah wustha dan aqabah (jika mewakili orang lain).
Adapun sebagian orang pada saat
ini yang dengan mudahnya mewakilkan melempar jumrah adalah hal keliru.
Orang yang takut berdesak-desakan dengan laki-laki dan perempuan maka
hendaknya ia pergi melempar pada saat-saat yang sepi, misalnya ketika
malam hari.
5. Hendaknya melempar ketiga jumrah tersebut secara tertib, yakni shughra kemudian wustha lalu aqabah.
6. Sungguh keliru orang yang
mencaci dan men-cerca ketika melempar jumrah, atau melempar dengan
sepatu, payung dan batu besar, serta kepercayaan sebagian orang bahwa
setan diikat pada tiang yang ada di tengah penampungan batu kerikil.
7. Bermalam yang wajib dilakukan
di Mina adalah dengan tinggal di sana pada sebagian besar waktu malam.
Misalnya, jika seluruh waktu malam adalah sebelas jam maka ia wajib
tinggal di Mina lebih dari lima jam 30 menit.
8. Diperbolehkan bagi orang yang
tergesa-gesa untuk meninggalkan Mina pada tanggal 12 Dzul Hijjah, yakni
setelah melempar jumrah dan hendaknya ia keluar dari Mina sebelum
tenggelamnya matahari. Jika matahari telah tenggelam dan ia masih berada
di Mina maka ia wajib bermalam dan melempar lagi keesokan harinya,
kecuali jika ia telah bersiap-siap meninggalkan Mina lalu matahari
tenggelam karena jalan macet atau sejenisnya maka ia dibolehkan tetap
pergi dan hal itu tidak mengapa baginya.
TANGGAL 12 DZUL HIJJAH
1. Jika Anda telah selesai
melempar jumrah pada tanggal 12 Dzul Hijjah, lalu Anda ingin bersegera
maka Anda dibolehkan keluar dari Mina sebelum matahari tenggelam, tetapi
jika Anda ingin tetap tinggal maka hal itu lebih utama. Bermalamlah
(sehari lagi) di Mina pada tanggal 13 Dzul Hijjah, dan lemparlah ketiga
jumrah (ula, wustha, aqabah ) setelah tergelincir-nya matahari dan
sebelum matahari tenggelam, sebab hari-hari tasyriq berakhir dengan
tenggelamnya matahari.
2. Jika matahari telah tenggelam
pada tanggal 12 Dzul Hijjah (hari kedua dari hari-hari tasyriq) dan
Anda masih berada di Mina maka Anda wajib bermalam kembali di Mina pada
malam itu kemudian melempar jumrah keesokan harinya, kecuali jika Anda
telah bersiap-siap berangkat, tetapi jalan macet misalnya sehingga
matahari tenggelam maka Anda dibolehkan keluar dari Mina dan hal itu
tidak mengapa bagi Anda.
3. Ketika Anda hendak
meninggalkan Makkah, Anda wajib melakukan thawaf wada' sebanyak tujuh
kali putaran, setelahnya Anda disunnahkan shalat dua rakaat di belakang
maqam Ibrahim.
4. Perempuan yang sedang haid atau nifas tidak diwajibkan melakukan thawaf wada'.
Dengan demikian selesailah pekerjaan-pekerjaan haji.
RINGKASAN RUKUN, WAJIB UMRAH DAN HAJI
Rukun umrah:
1. Ihram (niat masuk atau memulai untuk beribadah).
2. Thawaf.
3. Sa'i.
Wajib umrah:
1. Ihram dari miqat.
2. Mencukur (gundul) rambut atau memendekkannya.
Rukun haji:
1. Ihram.
2. Wukuf di Arafah.
3. Thawaf ifadhah.
4. Sa'i.
Wajib haji:
1. Ihram dari miqat.
2. Wukuf di Arafah hingga tenggelamnya matahari bagi yang wukuf di siang hari.
3. Bermalam di Muzdalifah.
4. Bermalam pada malam-malam tasyriq di Mina.
5. Melempar jumrah (jumrah
aqabah pada waktu hari Raya Kurban, dan jumrah ula, wustha serta aqabah
pada hari-hari tasyriq secara tertib).
6. Mencukur (gundul) rambut atau memendekkannya.
7. Menyembelih hadyu (bagi yang melakukan haji tamattu' dan qiran, tidak bagi yang melakukan haji ifrad).
8. Thawaf wada'.
Peringatan:
Di muka telah disebutkan bahwa
di antara wajib umrah dan haji adalah ihram dari miqat . Ketentuan ini
adalah bagi mereka yang datang dari wilayah yang berada di belakang
miqat. Adapun bagi yang datang dari sebelumnya maka ia berihram dari
tempatnya, bahkan hingga penduduk Makkah, mereka berihram dari Makkah,
kecuali dalam umrah. Orang yang berada di Makkah dan hendak melakukan
umrah maka ia keluar dari Makkah (tanah haram) kemudian berihram dari
tempat tersebut.
PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
YANG BANYAK DITANYAKAN ORANG
1. Apa hukum orang yang memakai
wangi-wangian atau menutup kepalanya atau mengenakan pakaian berjahit
atau mencabut rambutnya karena lupa atau tidak mengerti (hukumnya)
sedang dia dalam keadaan ihram?
Barangsiapa melakukan suatu
larangan dari larangan-larangan ihram karena lupa atau tidak mengerti
(hukumnya) maka ia tidak diwajibkan apa-apa karenanya. Hal itu
berdasarkan firman Allah:
"Wahai Rabb kami, janganlah
Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah", Ibnu Abbas
berkata, 'Ketika ayat ini turun, Allah berfirman, 'Aku telah
melakukannya'." (HR. Muslim, no. 126).
2. Apakah cukup dalam memendekkan (rambut), baik dalam haji maupun umrah dengan memendekkan bagian depan atau belakang kepala?
Yang demikian itu tidak cukup.
Ia wajib mencukur atau memendekkan rambut kepala secara menyeluruh. Hal
itu berdasarkan firman Allah:
"Dengan mencukur rambut kepala dan menggun-ting (memendekkannya)." (Al-Fath: 27).
3. Bagaimana tata cara shalat jenazah?
Tata cara shalat jenazah secara ringkas adalah bertakbir empat kali sedang ia dalam keadaan berdiri kemudian salam.
Pada takbir pertama ia
mengangkat kedua tangan-nya kemudian membaca Al-Fatihah, kemudian pada
takbir kedua ia membaca shalawat atas Nabi n, dan pada takbir ketiga ia
mendo'akan jenazah agar diampuni dan diberi rahmat, jika ia berdo'a
dengan apa yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam maka
hal itu lebih baik, lalu ia bertakbir untuk keempat kalinya dan
mengucapkan salam ke sebelah kanannya.
4. Bolehkah berlalu di hadapan orang yang sedang shalat di Masjidil Haram?
Tidak diperbolehkan berlalu di
hadapan orang yang sedang shalat, jika ia menjadi imam atau shalat
sendirian. Adapun jika sebagai makmum, maka dibo-lehkan berlalu di
hadapan mereka atau di antara shaf-shaf.
Hendaknya orang yang akan shalat
menghindari tempat-tempat berlalunya orang-orang di Masjidil Haram.
Seyogyanya pula ia meletakkan pembatas di depan tempat shalatnya yang
dekat dengannya, misalnya dinding, tiang, rak mushaf dan sejenisnya.
Dengan demikian tidak berbahaya (berdosa) orang yang berlalu di belakang
pembatasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar